Artikel

Hari Penyu Sedunia: Selamatkan Penyu dari Sampah Plastik

Jun

16

Hari Penyu Sedunia: Selamatkan Penyu dari Sampah Plastik

Hari Penyu Sedunia: Selamatkan Penyu dari Sampah Plastik

Setiap tahun, tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari penyu sedunia. Ada 7 jenis penyu di dunia, 6 diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu; penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricate), penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan penyu pipih (Natator depressa).

Konservasi penyu di Indonesia mengacu pada UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya beserta turunannya. Semua jenis penyu yang ada di Indonesia dilindungi dengan UU No. 5 tahun 1990 tersebut dan termasuk dalam daftar satwa dilindungi menurut PP. Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. 

Otoritas pengelola yang ditunjuk untuk melaksanakan pengelolaan konservasi tumbuhan dan satwa liar, diatur  dalam PP Nomor 8 tahun 1999 tentang  Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar sebagai berikut:

Pasal 65 Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, 

huruf (a) Departemen yang bertanggung-jawab di bidang kehutanan ditetapkan sebagai Otoritas Pengelola (Management Autority) Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar;

huruf (b) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ditetapkan sebagai Otoritas Keilmuan (Scientific Autority);

Pasal 66 ayat (1) Otoritas pengelola sebagaimana diatur dalam Pasal 65 huruf (a) mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Kewenangan-kewenangan tersebut mencakup, pengaturan atau mengatur dan menetapkan:

a.     Pemanfaatan;

b.     Pengkajian, penelitian dan pengembangan;

c.     Penangkaran;

d.     Perburuan;

e.     Perdagangan;

f.      Peragaan;

g.     Pertukaran;

h.     Pemeliharaan untuk kesenangan;

i.      Pengiriman atau Pengangkutan;

j.      Daftar klasifikasi dan kuota;

Merujuk pada Pasal 65 huruf (a) tersebut, maka Otoritas Pengelola Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar di Indonesia adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan organisasi dan tata kerja pelaksana teknis konservasi sumberdaya alam dengan Permen LHK No. P.8/MenLHK/Setjen/OTL.0/1/2016, menetapkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta sebagai organisasi pelaksana teknis konservasi sumberdaya alam untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (Kab. Sleman, Kota Yogyakarta, Kab. Kulon Progo, Kab. Bantul dan Kab. Gunungkidul). Penangkaran penyu mengacu pada PP No. 8 tahun 1999 Pasal 7-16, dan untuk satwa yang dilindungi juga mengacu pada PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Menurut CITES, semua jenis penyu laut termasuk Appendiks I, yang artinya sama sekali tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan. IUCN memasukkan penyu sisik ke dalam status sangat terancam punah (Critically Endangered), penyu hijau berstatus terancam punah (Endangered), sedangkan penyu lekang, penyu belimbing dan penyu tempayan berstatus rentan (Vulnerable).

 

Ancaman terhadap Penyu

Hampir semua jenis penyu yang ada di Indonesia tersebut juga dapat ditemukan hidup dan berkembang biak di sepanjang kawasan pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta, meski saat ini keberadaannya sudah semakin langka. 

Penyu menghabiskan sebagian besar hidupnya di laut. Pada saat berkembang biak,  induk penyu akan ke daratan untuk bertelur dengan membuat lubang-lubang dan menimbun telurnya di pasir pantai. Penyu menghadapi berbagai ancaman sepanjang hidupnya. Sejak masih berupa telur, penyu diburu oleh para pemburu liar untuk diperjual-belikan. Hal ini disebabkan oleh adanya mitos di dalam sebagian masyarakat yang menganggap konsumsi telur penyu sebagai “obat”.

Setelah kira-kira 45-60 hari, telur-telur penyu menetas. Tukik (sebutan bagi anak penyu) akan keluar dari sarangnya untuk kembali ke laut. Regenerasi satwa ini dapat dikatakan lambat. Induk penyu akan bertelur sekitar 2-4 tahun sekali saja, dengan 4-7 kali ke daratan untuk meletakkan telurnya. Meskipun jumlah telurnya dapat mencapai ratusan dalam sekali siklus bertelur tersebut, persentase hidup tukik sangat rendah. Menurut penelitian, dari sekitar 1000 ekor tukik yang kembali ke laut, hanya seekor saja yang akan hidup mencapai usia dewasa. Hal tersebut dikarenakan di laut, tukik atau anakan penyu, terancam oleh predator yang memangsanya.

Penyu dewasa menghadapi ancaman berupa sampah laut. Makanan utama penyu adalah ubur-ubur. Sampah plastik di laut, cenderung mirip dengan ubur-ubur. Apabila melihat ubur-ubur, penyu akan memangsanya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa alga dan bakteri yang banyak terakumulasi pada pencemaran sampah plastik di laut, suatu proses yang disebut dengan biofueled, menimbulkan aroma serupa makanan yang juga dapat menarik perhatian penyu. Pada akhirnya banyak penyu yang menjadi sakit dan mati karena sampah plastik ini.

Lantas apa yang dapat kita lakukan untuk membantu pelestarian penyu? Salah satunya ya dengan mengurangi pemakaian plastik yang berpotensi jadi sampah sampai ke laut!

 

Seksi KSDA – DLHK DIY

(Dari berbagai sumber)